Ganjar Tak Mempan “Dibakar” Perempuan-perempuan Makassar
By Abdi Satria
Pepe-pepeka ri Makka
Lanterayya ri Madina
Ayya Allah parombasai natakabbere’ dunia
Alunan syair mengiringi empat perempuan naik ke panggung. Sambil memutar, mereka ikut merapal syair Pepe-pepeka ri Makka. Di tangganya, api menyala dari seikat ijuk. Sesekali dia mengarahkan api ke lengan lalu ke badan. Sejurus kemudian, dengan sebuah isyarat mempersilakan, mereka mengundang sosok pria berambut putih untuk naik ke panggung. Syair berbahasa Makassar itu masih berdendang ketika dua perempuan mengarahkan api ke lengan sampai ke sekujur badan pria berambut putih.
Tak ada luka. Pun tak ada sisa menyala meski beberapa saat api dijalarkan. Pria yang ternyata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tersebut justru tersenyum, begitu melihat raut bahagia yang terpancar dari empat perempuan itu. Seolah lega, orang yang mereka “bakar” tak mempan dilalap api. Tak lama kemudian pria itu kembali ke tempat awal dia duduk.
Sekembalinya ke tempat duduk, Ganjar mengaku telah dua kali “dibakar” seperti itu. Tak ada yang terbakar, tak ada luka, bahkan tidak merasakan panas.
“Yang pertama saat penobatan saya sebagai Daeng Manaba, juga dibakar,” kata dia.
Daeng Manaba merupakan gelar bangsawan Bugis untuk Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
Berbagai prosesi dan adat masyarakat Sulawesi Selatan memang tak asing bagi Ganjar, termasuk Pepe-pepeka ri Makka. Terlebih prosesi itu memiliki nilai filosofis tinggi dan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat di Sulsel.
Secara bahasa, Pepe-pepeka ri Makka berarti kobaran api di Makkah. Dari pengertian secara bahasa itu akhirnya didapat sebuah nilai, masyarakat Bugis, Makassar khususnya, ikut memegang semangat dakwah sebagaimana yang dilakukan di Makkah.
Momen dibakar yang kedua ini dirasakan Ganjar saat dirinya dijadikan salah satu teladan bersama sembilan gubernur lain, dalam pembentukan desa antikorupsi. Acara itu diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi di Gowa Sulsel pada Selasa 7 Juni 2022.
KPK telah menetapkan 10 desa di Indonesia sebagai percontohan desa antikorupsi. Desa Banyu Biru Kabupaten Semarang di Jawa Tengah salah satunya. Karena dianggap bisa mengelola, sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan seluruh anggaran yang diterima.
“Iya (Desa Banyu Biru) salah satu dari 10 desa di 10 provinsi yang dipilih KPK untuk jadi percontohan desa antikorupsi. Ini akan jadi pionir. Tapi kia akan genjot yang ada di Jawa Tengah. Pulang dari sini, saya perintahkan semua desa di Jateng melakukan itu,” kata Ganjar.
Layaknya prosesi Pepe-pepeka ri Makka, Ganjar mendapat kepercayaan dari KPK untuk terus berdakwah laku antikorupsi sampai ke desa-desa. Begitu pula sembilan gubernur lain yang diundang ke sana. (rls)